Rabu, 28 Oktober 2015

MAKALAH MUNAKAHAT


 DAFTAR ISI
           
Kata Pengantar ................................................................................................................. i
Daftar Isi ...........................................................................................................................ii

BAB I     PENDAHULUAN
Latar Belakang ..................................................................................................................1
Rumusan Masalah..............................................................................................................1      
Tujuan Penulisan................................................................................................................1       

BAB II     PEMBAHASAN
A.    Pengertian Pernikahan ................................................................................................2
B.     Hukun Pernikahan ......................................................................................................2
C.   Tujuan Pernikahan ………………………………………………………………….3
D.     Rukun dan Syarat Sah Nikah .....................................................................................3
E.   Kewajiban Suami – Istri ………………………………………………………….....5
F.     Wanita yang Haram di Nikahi ....................................................................................6 
G.   Talak dan ‘Iddah ……………………………………………………………………9
H.     Hikmah Pernikahan ....................................................................................................11

BAB III     PENUTUP
A.    Kesimpulan .................................................................................................................12
B.     Saran  ..........................................................................................................................12



ii


KATA PENGANTAR

ﺑﺴﻡﺍﷲﺍﻠرﺤﻤﻦﺍﻠرﺤﻴﻡ

     Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “MUNAKAHAT” ini tepat pada waktunya.
      Tidak lupa pula kami ucapkan terimakasih kepada Bapak pembimbing yang telah memberikan kami penjelasan dan arahan sehingga tersusunnya makalah ini.
      Manusia memang tidak pernah luput dari kesalahan sebagaimana manusia biasa. Begitu juga halnya dengan kami. Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini, baik dari segi penulisan maupun isi. Kamipun menerima dengan lapang dada kritikan maupun saran dari pembaca agar kami dapat membenahi demi kesempurnaan makalah ini.
      Kami berharap dengan disusunya makalah ini dapat membantu dalam proses belajar maupun mengajar serta dapat bermanfaat bagi agama, masyarakat, bangsa, dan negara.


Medan, Oktober 2013


Penyusun


i

BAB I
PENDAHULUAN

1.     LATAR BELAKANG

Manusia diciptakan bukan sekedar untuk hidup mendiami dunia ini dan kemudian mengalami kematian tanpa adanya pertanggungjawaban kepada penciptaNya. Manusia diciptakan Allah SWT. Untuk mengabdi dan beribadah kepadaNya. Ibadah merupakan usaha manusia untuk mendekatkan diri kepada Tuhan yang disembahnya.
Ibadah adalah perbuatan yang dilakukan sebagai usaha mendekatkan diri kepada Allah SWT sebagai Tuhan yang disembah. Salah satu ibadah dalam islam adalah pernikahan. Pernikahan merupakan suatu tahapan penting yang akan dilewati setiap orang islam. Pengetahuan tentang seluk-beluk pernikahan sangat penting. Pernikahan merupakan fase yang penting sebab Allah SWT menghendaki lestarinya umat manusia secara turun-temurun melalui pernikahan. Namun masih banyak orang yang belum mengerti tentang apa itu makna pernikahan. Padahal pernikahan merupakan amalan yang berpahala besar karena hal itu merupakan sunah Nabi Muhammad SAW. Selain itu, pernikahan akan membawa kebahagiaan kepada umat manusia sekaligus memupuk rasa cinta dan kasih aying.


2.     RUMUSAN MASALAH

Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Apakah yang dimaksud dengan Munakahat atau Pernikahan ?
2.      Apa sajakah Hukum, Tujuan, Rukun, dan Hikmah Pernikahan ?
3.      Apa saja kewajiban Suami dan Istri ?
4.      Apakah yang dimaksud dengan Talak dan ‘Iddah?


3.     TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Munakahat atau Pernikahan.
2.      Untuk mengetahui apa sajakah Hukum, Tujuan, Rukun, dan Hilmah Pernikahan.
3.      Untuk mengetahui apa saja kewajiban Suami dan Istri.
4.      Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Talak dan ‘Iddah.
  



1

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pernikahan

Nikah menurut istilah syariat Islam adalah akad yang menghalalkan pergaulan antara laki - laki dan perempuan yang tidak ada hubungan Mahram sehingga dengan akad tersebut terjadi hak dan kewjiban antara kedua insan. Hubungan antara seorang laki - laki dan perempuan adalah merupakan tuntunan yang telah diciptakan oleh Allah SWT dan untuk menghalalkan hubungan ini maka disyariatkanlah akad nikah.
Pergaulan antara laki - laki dan perempuan yang diatur dengan pernikahan ini akan membawa keharmonisan, keberkahan dan kesejahteraan baik bagi laki - laki maupun perempuan, bagi keturunan diantara keduanya bahkan bagi masyarakat yang berada disekeliling kedua insan tersebut. Pergaulan yang diikat dengan tali pernikahan akan membawa mereka menjadi satu dalam urusan kehidupan sehingga antara keduanya itu dapat menjadi hubungan saling tolong menolong, dapat menciptkan kebaikan bagi keduanya dan menjaga kejahatan yang mungkin akan menimpa kedua belah pihak itu. Dengan pernikahan seseorang juga akan terpelihara dari kebinasaan hawa nafsunya. Allah SWT berfirman dalam surat An - Nisa Ayat 3 sebagai berikut :
Maka kawinilah wanita - wanita (lain) yang kamu senangi, dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan berlaku adil maka (kawinilah) seorang saja .” (An - Nisa : 3).

B. Hukum Nikah

Menurut sebagian besar ulama, hukum asal nikah adalah mubah, artinya boleh dikerjakan dan boleh ditinggalkan. Meskipun demikian ditinjau dari segi kondisi orang yang akan melakukan pernikahan, hukum nikah dapat berubah menjadi wajib, sunah, makruh dan haram. Adapun penjelasannya adalah sebagi berikut :   
1.      Jaiz, artinya dibolehkan dan inilah yang menjadi dasar hukum nikah.
2.      Wajib, yaitu orang yang telah mampu atau sanggup menikah sedangkan bila tidak menikah khawatir akan  terjerumus ke dalam perzinaan.
3.      Sunah, yaitu orang yang sudah mampu menikah namun masih sanggup mengendalikan dirinya dari godaan yang menjurus kepada perzinaan.
4.      Makruh, yaitu orang yang akan melakukan pernikahan dan telah memiliki keinginan atau hasrat tetapi ia belum mempunyai bekal untuk memberikan nafkah tanggungan-nya.
5.      Haram, yaitu orang yang akan melakukan perkawinan tetapi ia mempunyai niat yang buruk, seperti niat menyakiti perempuan atau niat buruk lainnya.

*http://paisman1prambananklaten.blogspot.com/2011/12/kelas-xii-bab-5-pernikahan-dalam-islam.html


2
C. Tujuan Pernikahan

 Secara umum tujuan pernikahan menurut Islam adalah untuk memenuhi hajat manusia (pria terhadap wanita atau sebaliknya) dalam rangka mewujudkan rumah tangga yang bahagia, sesuai dengan ketentuan-ketentuan agama Islam. Secara umum tujuan pernikahan dalam Islam dalam diuraikan sebagai berikut:
1.    Untuk memperoleh kebahagiaan dan ketenangan hidup (sakinah). Ketentraman dan kebahagiaan adalah idaman setiap orang. Nikah merupakan salah satu cara supaya hidup menjadi bahagia  dan tentram. Allah SWT berfirmanYang Artinya : “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya. “.(Ar-Rum : 21)  
2.    Membina rasa cinta dan kasih sayang. Nikah merupakan salah satu cara untuk membina kasih sayang antara  suami, istri dan anak. ( lihat QS. Ar- Rum : 21 yang Artinya : ”Dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang”.)  
3.    Untuk memenuhi kebutuhan seksual yang syah dan diridhai oleh Allah SWT.
4.    Melaksanakan Perintah Allah SWT karena melaksanakan perintah Allah SWT maka menikah akan dicatat sebagai ibadah.  Allah SWT, berfirman yang Artinya : ”Maka nikahilah perempuan-perempuan yang kamu sukai”. (An-Nisa' : 3)
5.    Mengikuti Sunah Rasulullah SAW, mencela orang yang hidup membujang dan beliau menganjurkan umatnya untuk menikah. Rasulullah bersabda yang artinya:”Nikah itu adalah sunahku, barang  siapa  tidak  senang  dengan  sunahku,  maka bukan golonganku". (HR. Bukhori dan Muslim)
6.    Untuk  memperoleh keturunan yang syah. Allah SWT, berfirman yang Artinya : ” Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia ”. (Al-Kahfi : 46)

*http://paisman1prambananklaten.blogspot.com/2011/12/kelas-xii-bab-5-pernikahan-dalam-islam.htm

D. Rukun dan Syarat Sah Nikah

Akad nikah  tidak akan sah kecuali jika terpenuhi rukun-rukun yang enam perkara  ini:

1. Ijab-Qabul
Islam menjadikan Ijab (pernyataan wali dalam menyerahkan mempelai wanita kepada mempelai pria) dan Qabul (pernyataan mempelai pria dalam menerima ijab) sebagai bukti kerelaan kedua belah pihak.

3

Al Qur-an mengistilahkan ijab-qabul sebagai miitsaaqan ghaliizhaa (perjanjian yang kokoh) sebagai pertanda keagungan dan kesucian, disamping penegasan maksud niat nikah tersebut adalah untuk selamanya.


Syarat ijab-qabul adalah :
1.      Diucapkan dengan bahasa yang dimengerti oleh semua pihak yang hadir.
2.      Menyebut jelas pernikahan & nama mempelai pria-wanita

2. Adanya mempelai pria.
   Syarat mempelai pria adalah :
1.      Muslim & mukallaf (sehat akal-baligh-merdeka )
2.      Bukan mahrom dari calon isteri
3.      Tidak dipaksa.
4.      Orangnya jelas.
5.      Tidak sedang melaksanakan ibadah haji.

3. Adanya mempelai wanita.
   Syarat mempelai wanita adalah :
1.      Muslimah (atau beragama samawi, tetapi bukan kafirah/musyrikah) & mukallaf
2.      Tidak ada halangan syar’i (tidak bersuami, tidak dalam masa ‘iddah & bukan mahrom dari calon suami).
3.      Tidak dipaksa.
4.      Orangnya jelas.
5.      Tidak sedang melaksanakan ibadah haji.

4. Adanya wali.
Syarat wali adalah :
1.      Muslim laki-laki & mukallaf (sehat akal-baligh-merdeka).
2.      Adil
3.      Tidaksedang melaksanakan ibadah haji.

Tingkatan dan urutan wali adalah sebagai berikut:
1.      Ayah
2.      Kakek
3.      Saudara laki-laki sekandung
4.      Saudara laki-laki seayah
5.      Anak laki-laki dari saudara laki – laki sekandung
6.      Anak laki-laki dari saudara laki – laki seayah
7.      Paman sekandung
8.      Paman seayah
9.      Anak laki-laki dari paman sekandung
10.  Anak laki-laki dari paman seayah.
11.  Hakim


4
5. Adanya saksi (2 orang pria).
Meskipun semua yang hadir menyaksikan aqad nikah pada hakikatnya adalah saksi, tetapi Islam mengajarkan tetap harus adanya 2 orang saksi pria yang jujur lagi adil agar pernikahan tersebut menjadi sah. Syarat saksi adalah :
1.      Muslim laki-laki & mukallaf (sehat akal-baligh-merdeka).
2.      ‘Adil
3.      Dapat mendengar dan melihat.
4.      Tidak dipaksa.
5.      Memahami bahasa yang dipergunakan untuk ijab-qabul.
6.      Tidak sedang melaksanakan ibadah haji.

6.      Mahar.
Beberapa ketentuan tentang mahar :
1.      Mahar adalah pemberian wajib (yang tak dapat digantikan dengan lainnya) dari seorang suami kepada isteri, baik sebelum, sesudah maupun pada saat aqad nikah. Lihat QS. An Nisaa’ : 4.
2.      Mahar wajib diterimakan kepada isteri dan menjadi hak miliknya, bukan kepada atau milik mertua.
3.      Mahar yang tidak tunai pada akad nikah, wajib dilunasi setelah adanya persetubuhan.
4.      Mahar dapat dinikmati bersama suami jika sang isteri memberikan dengan kerelaan.
5.      Mahar tidak memiliki batasan kadar dan nilai. Syari’at Islam menyerahkan perkara ini untuk disesuaikan kepada adat istiadat yang berlaku. Boleh sedikit, tetapi tetap harus berbentuk, memiliki nilai dan bermanfaat. Rasulullah SAW senang dengan mahar yang mudah.


E. Kewajiban Suami-Istri

1. Kewajiban suami sebagai berikut :
1.      Memberikan kebutuhan hidup, baik materil maupun spiritual;
2.      Melindungi keluarganya dari berbagai ancaman serta memelihara diri dari keluarganya dari perbuatan dosa;
3.      Mengasihi istri sebagaimana tuntutan agama;
4.      Membimbing dan mengarahkan keluarga kejalan yang benar;
5.      Sopan dan hormat kepada orang tua, baik kepada mertua maupun keluarga.

2. Kewajiban istri sebagai berikut :
1.      Menjaga kehormatan diri dan keluarganya ;
2.      Membantu suami dalam mengatur rumah tangga;
3.      Mendidik, memelihara, dan mengajarkan agama kepada anak-anaknya;
4.      Sopan dan hormat kepada orang tua, baik kepada mertua maupun keluarga.

* Haludhi, Khuslan, Abdurraohim. 2007. AGAMA ISLAM untuk kelas XII Sekolah Menengah Atas. Malang. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri
5

F. Wanita yang Haram di Nikahi

Allah SWT berfirman dalam surah An-Nisa 22-24:
“Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amatlah dan dibenci Allah dan seburuk-buruknya jalan (yang ditempuh).
Diharamkan atas kamu (mengenai) ibu-ibumu; anak-anak yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan; saudara-saudara bapakmu yang perempuan, saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudara yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu istrimu (mertua); anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang sudah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campuri dengan isteri kamu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu);, dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari isteri yang telah kamu nikahi (campur) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (An-Nisaa:22-24).

Dalam tiga ayat diatas Allah SWT menyebutkan perempuan-perempuan yang haram dinikai. Dengan mencermati firman Allah tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa tahrim, pengharaman’ ini terbagi dua
1.      Tahrim Muabbad (pengharaman yang berlaku selama-lamanya), yaitu seorang perempuan tidak boleh menjadi isteri seorang laki-laki di segenap waktu.
2.      Tahrim Muaqqat (pengharaman yang bersifat sementara), jika nanti keadaan berubah, gugurlah tahrim itu dan ua menjadi halal.

Perempuan-Perempuan Yang Haram Dinikahi Untuk Selamanya

1. Perempuan-perempuan yang haram dinikahi karena nasab adalah :
1.      Ibu
2.      Anak perempuan
3.      Saudara perempuan
4.      Bibi dari pihak ayah (saudara perempuan ayah)
5.      Bibi dari pihak ibu (saudara perempuan ibu)
6.      Anak perempuan saudara laki-laki (keponakan)
7.      Anak perempuan saudara perempuan).


6
2. Perempuan-perempuan yang haram diwakin karena mushaharah adalah :

1.      Ibu istri (ibu mertua), dan tidak dipersyaratkan tahrim ini suami harus dukhul ”bercampur” lebih dahulu. Meskipun hanya sekedar akad nikah dengan puterinya, maka sang ibu menjadi haram atau menantu tersebut.
2.      Anak perempuan dari isteri yang sudah didukhul (dikumpul), oleh karena itu, manakala akad nikah dengan ibunya sudah dilangsungkan namun belum sempat (mengumpulinya), maka anak perempuan termasuk halal bagi mantan suami ibunya itu. Hal ini didasarkan pada firman Allah, ”Tetapi kalian belum bercampur dengan isteri kalian itu (dan sudah kalian campur), maka tidak berdosa kalian menikahinya.” (An-Nisaa:23).
3.      Isteri anak (menantu perempuan), ia menjadi haram dikawini hanya sekedar dilangsungkannya akad nikah.
4.      Isteri bapak (ibu tiri) diharamkan atas anak menikahi isteri bapak dengan sebab hanya sekedar terjadinya akad nikah dengannya.

3. Perempuan-perempuan yang haram dikawini karena sepersusuan.

Allah SWT berfirman yang artinya, ”Ibu-ibu kalian yang pernah menyusui kalian; saudara perempuan sepersusuan.” (an-Nisaa’:23).
Nabi SAW bersabda, ”Persusuan menjadikan haram sebagaimana yang menjadi haram karena kelahiran.” (Muttafaqun ’alaih: Fathul Bari IX:139 no:5099, Muslim II:1068 no:1444, Tirmidzi II:307 no:1157, ’Aunul Ma’bud VI:53 no:2041 dan Nasa’i VI:99). Hal.570
Oleh karena itu, ibu sepersusuan menempati kedudukan ibu kandung, dan semua orang yang haram dikawini oleh anak laki-laki dari jalur ibu kandung, haram pula dinikahi bapak sepersusuan, sehingga anak yang menyusui kepada orang lain haram kawin dengan:
1.      Ibu susu (nenek)
2.      Ibu Ibu susu (nenek dari pihak Ibu susu)
3.      Ibu Bapak susu (kakek)
4.      saudara perempuan ibu susu (bibi dari pihak ibu susu)
5.      Saudara perempuan bapak susu
6.      cucu perempuan dari Ibu susu
7.      Saudara perempuan  sepersusuan

Persusuan Yang Menjadikan Haram
Dari Aisyah r.anha bahwa Rasulullah SAW. Bersabda,  ”Tidak bisa menjadikan haram, sekali isapan dan dua kali isapan.” (Shahih: Irwa-ul Ghalil no:2148, muslim II: 1073 no:1450,Tirmidzi II: 308 no: 1160’Aunul Ma’bud VI: 69 no: 2049, Ibnu Majah I: 624 no:1941, Nassa’i VI:101).
Dari Aisyah r.anha berkata, ”Adalah termasuk ayat Al-Qur’an yang diwahyukan. Sepuluh kali penyusuan yang tertentu menjadi haram. Kemudian dihapus ayat yang menyatakan lima kali penyusuan tertentu sudah menjadi haram. Kemudian Rasulullah SAW wafat, dan ayat Al-Qur’an itu tetap di baca sebagai bagian dari Al-Qur’an.” (Shahih: Mukhtashar Muslim no:879m Muslim II:1075 no:1452, ’Aunul Ma’bud VI:67 no:2048, Tirmidzi II:308 no:1160, Ibnu Majah II:625 no:1942 sema’na dan Nasa’i VI:100).


7
Dipersyaratkan hendaknya penyusuan itu berlangsung selama dua tahun, berdasar firman Allah SWT, ”Para Ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan.” (QS. al-Baqarah :233)

Dari Ummu Salamah r.anha bahwa Rasulullah SAW. bersabda, ”Tidak menjadi haram karena penyusuan, kecuali yang bisa membelah usus-usus di payudara dan ini terjadi sebelum disapih.” (Shahih: Irwa-ul Ghalil no:2150 dan Tirmidzi II:311 no:1162).

Perempuan-Perempuan Yang Haram Dinikahi Untuk Sementara Waktu

·         Mengumpulkan dua perempuan yang bersaudara
Allah SWT berfirman, ”Dan menghimpun (dalam pernikahan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada mada lampau.” (An-Nisaa’:23).
·         Mengumpulkan seorang isteri dengan bibinya dari pihak ayah ataupun dari pihak ibunya.
Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Nabi SAW bersabda, ”Tidak boleh dikumpulkan (dalam pernikahan) antara isteri bibinya dari pihak ayah dan tidak (pula) dari ibunya.” (Muttafaqun ’alaih: II:160, Tirmidzi II:297 no:11359 Ibnu Majah I:621 no:1929 dengan lafadz yang sema’na   dan Nasa’i VI:98).
·          Isteri orang lain dan wanita yang menjalani masa iddah.
”Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki.” (An-Nisaa’ :24).
Yaitu diharamkan bagi kalian mengawini wanita-wanita yang berstatus sebagai isteri orang lain, terkecuali wanita yang menjadi tawanan perang. Maka ia halal bagi orang yang menawannya setelah berakhir masa iddahnya meskipun ia masih menjadi isteri orang lain. Sebagian dari kalangan sahabat Rasulullah SAW merasa keberatan untuk mencampuri para tawanan wanita itu karena mereka berstatus isteri orang-orang musyrik. Maka kemudian Allah SWT pada waktu itu menurunkan ayat, ”Dan (diharamkan pula kamu mengawini) wanita-wanita bersuami kecuali budak-budak yang kamu miliki. ’Yaitu mereka halal, kamu campuri bila mereka selesai menjalani masa iddahnya. (Shahih: Mukhtashar Muslim no:837, Muslim II:1079 no:1456, Trimidzi IV: 301 no:5005, Nasa’i 54 VI:110 dan ’Aunul Ma’bud VI:190 no:2141).
·         Wanita yang dijatuhi talak tiga
Ia tidak halal bagi suaminya yang pertama sehingga ia kawin dengan orang lain dengan perkawinan yang sah. Allah SWT berfirman, ”Kemudian jika si suami mentalaqnya (sesudah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali, jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui.” (Al-Baqarah :230).


8
·          Kawin dengan wanita pezina
Halal bagi seorang laki-laki menikahi wanita pezina, demikian juga tidak halal bagi seorang perempuan kawin dengan seorang laki-laki pezina, terkecuali masing-masing dari keduanya tampak jelas sudah melakukan taubat nashuha. Allah SWT  menegaskan, ’Laki-laki yang berzina tidak boleh mengawini kecuali perempuan berzina atau perempuan musryik; dan perempuan yang berzina tidak boleh dikawini melainkan oleh laki-laki berzina atau laki-laki yang musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mukmin.” (An-Nuur : 3).
Dari Amr bin Syu’aib, dari ayanya dari datuknya bahwa Martad bin Abi Martad al-Ghanawi pernah membawa beberapa tawanan perang dari Mekkah dan di Mekkah terdapat seorang pelacur yang bernama ’Anaq yang ia adalah teman baginya. Ia (Martad) berkata, ”Saya datang menemui Nabi saw. lalu kutanyakan kepadanya ”Ya Rasulullah bolehkah saya menikah dengan ’Anaq Mak Beliau diam, lalu turunlah ayat, ”Dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik.” Kemudian Beliau memanggilku kembali dan membacakan ayat itu kepadaku, lalu bersabda, ”Janganlah engkau menikahinya.” (Hasanul Isnad: Shahih Nasa’i no:3027, ’Aunul Ma’bud VI:48 no: 2037, VI:66 dan Tirmidzi V:10 no:3227). 


G. Talah dan ‘Iddah
1. Pengertian Talak
      Talak berarti melepaskan atau menanggalkan dan sering pula disebut dengan istilah cerai. Menurut istilah, talak atau cerai adalah melepaskan seorang perempuan dari pernikahannya.

2. Hukum Talak
a.                        1.  Makruh adalah hukum asal talak.
2. Haram adalah hukum talak yang dijatuhkan dalam dua keadaan. Keadaan pertama adalah ketika istri dalam keadaan suci, tetapi telah digauli dalam waktu suci tersebut. Keadaan kedua adalah ketika istri dalam keadaan haid
3.  Sunah adalah apabila suami tidak sanggup lagi menunaikan kewajibannya dalam memberi nafkah dengan cukup atau istri tidak mampu lagi menjaga kehormatan dirinya.
4. Wajib adalah apabila terjadi perselisihan antara suami dan istri serta menurut hakim keduanya sudah tidak bisa disatukan lagi sehingga harus bercerai.

3. Macam-Macam Talak
      Kalimat yang digunakan untuk menalak atau menceraikan :
1.      Sarih (terang) adalah kalimat yang tidak diragukan lagi kejelasannya bahwa sang suami telah memutuskan ikatan pernikahannya. Contohnya “engkau saya talak!”, atau “saya ceraikan engkau!”
2.      Kinayah (sindiran) adalah kalimat yang masih diragukan kejelasannya bahwa sang suami memutuskan ikatan pernikahannya. Artinya, kalimat itu masih diartikan dengan arti lain. Misalnya, suami berkata, “pulanglah engkau kerumah orang tuamu.”


9
Kalimat itu tidak menyatakan secara jelas sang suami bermaksud menceraikan istrinya. Oleh karena itu, sah tidaknya talak dengan kalimat semacam itu tergantung dari niat sang suami.


Berdasarkan boleh tidaknya seorang suami kembali kepada istrinya, talak terbagi menjadi dua:
1.      Talak raj’i adalah talak yang membolehkan suami rujuk kembali kepada bekas istrinya  dengan tidak memerlukan akad nikah kembali. Talak ini adalah talak pertama dan kedua.
2.      Talak bain adalah talak yang tidak membolehkan suami rujuk kembali kepada bekas istrinya, kecuali dengan persyaratan tertentu. Talak ini disebut juga talak tiga. Talak bain terbagi atas dua yaitu:
·         Talak bain sugra adalah talak yang dijatuhkan kepada istri yang belum dicampuri. Dalam talak bain sugra, suami tidak boleh rujuk kembali kepada bekas istri. Akan tetapi, mereka boleh menikah kembali, baik dalam masa idah maupun sesudah masa idah. Dalam hal ini, keduanya harus melalui akad nikah lagi.
·         Talak bain kubra adalah talak yang tidak membolehkan suami rujuk atau menikah kembali dengan bekas istri, kecuali memenuhi syarat-syarat yang ditentukan Allah SWT.
Syarat-syarat itu tertulis dalam Al-Qur’an Surah al-Baqarah Ayat 230 menurut ayat tersebut, syarat untuk menikah kembali setelah talak bain kubra adalah apabila bekas istri telah
1.      Kawin dengan laki-laki lain;
2.      Bercampur dengan suami yang kedua;
3.      Diceraikan oleh suami yang kedua;
4.      Habis masa idahnya dari suami yang kedua;

4. Pengertian ‘Iddah
            Iddah adalah masa menunggu (tidak boleh menikah) yang diwajibkan bagi perempuan yang diceraikan oleh suaminya, baik cerai hidup maupun cerai mati. Iddah bagi perempuan dimaksudkan untuk mengetahui apakah selama masa iddah itu perempuan tersebut hamil atau tidak, apabila hamil, anak tersebut adalah anak suami yang menceraikannya.

5. Ketentuan Idah
Ketentuan iddah adalah sebagai berikut:
1.      Bagi wanita yang sudah dicampuri, sedangkan masih dalam keadaan haid, iddahnya adalah tiga quru’ (tiga kali suci).
2.      Bagi wanita yang sudah dicampuri, sedangkan ia tidak pernah haid karena masih kecil atau karena usia lanjut, iddahnya adalah selama tiga bulan.
3.      Wanita yag belum pernah dicampuri tidak memiliki masa iddah.
4.      Iddah bagi perempuan yang dicerai mati dalah empat bulan sepuluh hari.

*Haludhi, Khuslan, Abdurraohim. 2007. AGAMA ISLAM untuk kelas XII Sekolah  Menengah Atas. Malang. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri


10
G. Hikmah Pernikahan

Islam tidak mensyari’atkan sesuatu melainkan dibaliknya terdapat kandungan keutamaan dan hikmah yang besar. Demikian pula dalam nikah, terdapat beberapa hikmah dan maslahat bagi pelaksananya :
1. Sarana pemenuh kebutuhan biologis (QS. Ar Ruum : 21)
2. Sarana menggapai kedamaian & ketenteraman jiwa (QS. Ar Ruum : 21)
3. Sarana menggapai kesinambungan peradaban manusia (QS. An Nisaa’ : 1, An Nahl : 72)
Rasulullah SAW berkata : “Nikahlah, supaya kamu berkembang menjadi banyak. Sesungguhnya saya akan membanggakan banyaknya jumlah ummatku.” (HR. Baihaqi)
4. Sarana untuk menyelamatkan manusia dari dekadensi moral.
Rasulullah SAW pernah berkata kepada sekelompok pemuda : “Wahai pemuda, barang siapa diantara kalian mampu kawin, maka kawinlah. Sebab ia lebih dapat menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Namun jika belum mampu, maka berpuasalah, karena sesungguhnya puasa itu sebagai wija’ (pengekang syahwat) baginya.” (HR Bukhari dan Muslim dalam Kitab Shaum)




11

BAB III
PENUTUP

A.   Kesimpulan
Dari penjelasan dan uraian dari tiap bab dan sub bahasan maka dapat kami simpulkan sebagai berikut :
1.    Pernikahan ialah perjanjian antara seorang pria dan wanita hidup bersama sebagai suami- istri menurut ketentuan-ketentuan agama dengan tujuan untuk mengikuti Sunah Rasulullah SAW dan dengan syarat-syarat tertentu.
2.    Membentuk sebuah rumah tangga, serta melestarikan keturunan, agar bisa meneruskan generasi dari manusia itu sendiri.
3.    Mencapai kebahagiaan dengan cara mendidik dan mengarahkan sebuah keluarga, supaya terbentuk keluarga yang sakinnah, mawaddah dan warahmah agar terhindar dari perzinaan.

B.   Saran
Dalam penyusunan makalah ini, kami penyusun mendapatkan masalah tentang pernikahan, sehingga kami ingin memberikan saran yang berkaitan dengan pokok bahasan makalah ini:
1.    Sebagai umat Islam kita di sunahkan untuk melakukan pernikahan seperti yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW
2.    Kita hidup ditakdirkan untuk saling berpasangan walaupun tidak boleh menyesali takdir itu.
3.  Dalam pernikahan kita diwajibkan untuk saling menjaga antara suami dan istri. Kita harus bisa saling menjaga perasaan dan emosi masing-masing.



12






































Tidak ada komentar:

Posting Komentar